Please activate JavaScript!
Please install Adobe Flash Player, click here for download

GE 48 web

global energI EDisi 48 I NOVEMBER 2015 95 keitai. Perilaku 2,5 miliar orang Asia penggu- na ponsel pun secara langsung terimbas oleh kebiasaan memakai perangkat ter- sebut. Gara-gara lebih memperhatikan Facebook pada ponsel, seorang turis asal Taiwan jatuh dari dermaga dan harus diselamatkan. Lalu, seorang perempuan asal Provinsi Sichuan, Tiongkok, terjer- embap ke dalam parit pembuangan ka- rena terus menatap ponselnya sembari berjalan. Dalam sebuah kajian terhadap ham- pir 1.000 pelajar di Korea Selatan, seki- tar 25% siswa masuk kategori kecandu- an ponsel. Hasil ini sejalan dengan fakta bahwa 72% anak di Korsel, yang berusia sampai 11-12 tahun, mempunyai ponsel dan menghabiskan 5,4 jam mengutak- atik perangkat itu. Pernahkan Anda mengalami kejadian, ketika ke luar rumah ternyata gadget ti- dak terbawa dan baru menyadarinya saat sudah sampai tempat tujuan. Mes- kipun jarak tujuan tersebut dengan ru- mah Anda cukup jauh, tapi Anda tetap berusaha untuk mengambil gadget yang tertinggal itu. Pada kondisi ini, kemung- kinan besar Anda mengalami gangguan jiwa akibat gadget, yang disebut dengan kecanduan. Karena ada bagian otak ter- tentu yang tidak nyaman, jika tak ber- sama gadget. Akhirnya Anda sudah tidak dapat berpikir fleksibel, Anda hanya ber- pikiran tak dapat hidup tanpa gadget. Guna mengatasi gejala gangguan jiwa semacam itu, beberapa negara mu- lai menerapkan aturan ketat mengenai ponsel/gadget. Sebuah aplikasi buatan pemerintah untuk memantau penggu- naan ponsel di kalangan remaja memicu perdebatan di Korsel. Ada pula langkah pelarangan bermain permainan video bagi anak-anak setelah tengah malam. Tiongkok, salah satu negara yang melabeli kecanduan internet sebagai penyimpangan klinis, mendirikan klinik ala militer untuk memberantas kecandu- an dunia maya. Thomas Lee, seorang psikiater di Singapura, beranggapan bahwa negara- negara lain di Asia seharusnya mengikuti langkah kedua negara itu dalam men- gategorikan kecanduan ponsel sebagai “penyimpangan kejiwaan” secara resmi sebagaimana kecanduan seks dan judi. “Menggunakan ponsel untuk mem- buat perasaan seseorang menjadi nyaman mirip dengan pengaruh efek narkoba ke perilaku seseorang. Sebagaimana pecandu narkoba, pecandu ponsel akan menunjuk- kan gejala-gejala tidak nyaman, kecema- san, dan bahkan marah,” kata Lee. Profesor Marlene Lee yang mendala- mi ilmu psikologi di Singapura menga- takan, penyimpangan akibat teknologi bukan hal baru. “Riset masih tahap dini sehingga banyak pertanyaan belum ter- jawab. Kecanduan teknologi sebenarnya memiliki kesamaan mekanisme dengan kecanduan lainnya,” ujarnya. Argumen tersebut mendapat soko- ngan dari psikiater Adrian Wang yang mengaku enggan mendiagnosa kecan- duan seperti itu guna menghindari ‘memberi obat pada masalah sosial ka- rena hal itu adalah masalah sosial yang lebih besar seperti keluarga dan keper- cayaan diri. Inovasi di Asia yang berhubungan dengan teknologi adalah keniscayaan. Psikolog berharap bahwa yang menular adalah sesuatu yang positif dan kreatif, bukan hanya kerisauan. Spesialis Kesehatan Jiwa RSUD dr Soetomo, dr Margarita Maramis SpKJ (K) mengungkapkan, kecanduan gadget itu bisa terjadi lantaran di dalam otak manusia terdapat bagian yang disebut Ventral Tegmental Area (VTA), yaitu ba- gian otak yang bila mendapatkan reward seperti rangsangan kenyamanan mau- pun kenikmatan, maka seseorang yang terangsang pada bagian otaknya ini akan kecanduan terhadap rangsangan yang sama tersebut. Karena itu tidak menutup kemungkin- an orang dewasa yang fungsi berpikirnya sudah matur pun juga dapat kecanduhan gadget. Ketika seseorang menggunakan gadget bertujuan hanya untuk hiburan semata, sehingga VTA-nya mendapatkan rangsangan berupa dorongan kenikmat- an, akhirnya VTA meminta terus-mene- rus rangsangan tersebut, hingga menjadi kecanduan gadget. Dicontohkan, jika seseorang sedang ber-chating ria melalui gadget dengan teman lama atau baru dikenal, kemu- dian ia mendapatkan perhatian dari te- mannya tersebut berupa teguran-teguran perasaan. Misalnya, menanyakan, “su- dah makan atau belum?”, dan VTA-nya mendapatkan reward berupa rangsangan teguran perasaan tersebut, hingga akhir- nya gayung pun bersambut. Dia berharap disapa terus-menerus melalui gadget. “Rangsangan dari gadget yang dapat menyebabkan VTA seseorang menda- patkan reward yang bentuknya berma- cam-macam. Bisa jadi kecanduan gad- get, terobsesi dengan situs pornografi, sehingga dalam pikirannya setiap hari ia ingin membukan gadget untuk melihat situs tersebut,” jelas Marga. Di samping itu, di suatu titik sese- orang pecandu gadget akan memiliki pikiran yang tidak nyata, karena mereka sering berdialog dengan orang yang ti- dak nampak wajah nyatanya, apalagi komunikasi yang digunakan pada dia- log tersebut sifatnya mendalam hingga menyatakan perasaan cinta. Bila hal ini terjadi terus-menerus, dia akan diper- mainkan oleh ketidaknyataan yang pada akhirnya ia memiliki pikiran yang tidak realistis. “Tergantung juga dari sifat orangnya. Kalau karakternya introvert, maka ia akan memiliki pikiran yang tidak realis- tis, karena setiap kali diajak bertemui ia selalu menolak, ia lebih suka berkomu- nikasi melalui gadget. Sebaliknya, kalau orangnya bersifat extrovert, ia dapat menyeimbangkan antara kenyataan dan ketidaknyataan,” paparnya. Gangguan yang lebih parah lagi jika yang bersangkutan tidak dapat meng- atur waktu. Karena bersuka ria dengan gadget, ia lupa dengan pekerjaan utama- nya hingga jadi terbengkalai. Dan bukan tidak mungkin seperti contoh-contoh di atas, anaknya tewas tertabrak atau yang bersangkutan tewas karena terjatuh ke dalam kawah gunung. Bayu Basu Seno global energI EDisi 48 I NOVEMBER 201595

Pages Overview