Please activate JavaScript!
Please install Adobe Flash Player, click here for download

GE 48 web

global energI EDisi 48 I NOVEMBER 2015 51 Sekadar diketahui, Middle income trap atau jebakan pendapatan mene- ngah adalah situasi di mana suatu negara yang telah mencapai penghasilan pada level tertentu akan terjebak pada tingkat pembangunan ekonomi yang sama terus menerus (dalam jangka waktu yang lama tidak ada peningkatan menjadi negara berpenghasilan tinggi). Middle income trap merupakan istilah yang menggambarkan situasi di mana negara yang berpenghasilan menengah dan berpotensi meningkatkan pendapa- tannya, namun gagal bertransisi menuju penghasilan yang lebih tinggi. Indonesia adalah negara yang sangat strategis karena berada pada jalur per- dagangan dunia. Selain itu, Indonesia didukung oleh sumber daya alam dan sumber daya manusia yang melimpah, serta mempunya tradisi, budaya dan keragaman.”Semua hal tersebut meru- pakan aset yang sangat bernilai dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi sehingga mampu terbebas dari middle income trap,” katanya. Ada berbagai definisi yang dipakai oleh para ahli untuk menandainya. Mi- salnya, ada yang menganggap sebuah negara telah masuk dalam perangkap Middle Income Trap apabila selama 28 tahun atau lebih tidak kunjung juga naik kelas dari posisinya sebagai negara ber- pendapatan menengah. Sampai saat ini Indonesia sudah 24 tahun berada pada kategori negara ber- pendapatan menengah bawah. Pihak lain mendefinisikan, sebuah negara di- anggap sudah terperangkap, apabila selama 14 tahun masih terus bertahan sebagai negara kelas menengah atas dan tak kunjung menjadi negara maju.”Itu yang harus diatasi oleh pemeintah,” tambahnya. Sementara itu, Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, pada awal 2000-an porsi industri pengolahan terhadap PDB mencapai kisaran 30% sedangkan perdagangan tercatata pada level 16%. Kemudian, keduanya berge- rak turun. Namun, sektor perdagangan cenderung stagnan pada rentang 13%- 14% sedangkan industri terus melandai hingga menyentuh 21%. Terakhir, per kuartal II/2015 BPS mencatat industri perdagangan hanya berkontribusi sebesar 20,91% sedangkan sektor perdagangan menyumbang seki- tar 13,26%. ISEI memandang, salah satu masalah terbesar dalam industri dalam negeri adalah ketiadaan industri bahan baku dan bahan penolong di dalam negeri, mengindikasikan lemahnya industri baik dari sisi hulu maupun hilir. Faktor itu pula yang membuat in- dustri nasional tak bisa memanfaatkan momentum depresiasi rupiah sebagai stimulus ekspor secara maksimal. Pa- salnya, melambungnya nilai dolar turut mengerek ongkos produksi industri. SDM Krusial Sementara itu, mantan ketua ISEI, Darmin Nasution mengatakan, SDM adalah aspek yang paling krusial untuk menghindari middle income trap. Peran pendidikan belum terlihat, walaupun nominal anggaran dalam Anggaran Pen- dapatan dan Belanja Negara (APBN) terus meningkat. “Sangat sedikit arah kebijak- an yang mengarah untuk meningkatkan kompetensi dan keterampilan,” katanya. Sementara untuk aspek kelembagaan, Darmin menilai, aspek ini lengah dikem- bangkan dan dibenahi sejak kemerdeka- an Indonesia. Kelembagaan meliputi ber- bagai hal, misalnya penegakan hukum, disiplin hingga standardisasi. Kelembaga- an juga bisa terkait dengan ekonomi. “Ini harus di-benchmark agar ujung-ujungnya daya saing hingga ease of doing business meningkat. Fondasinya harus kita ba- ngun,” katanya.  BudiPrasetiyo DARMIN NASUTION KETUA ISEI Semua hal tersebut merupakan aset yang sangat bernilai dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi sehingga mampu terbebas dari middle income trap. DARMIN NASUTION, KETUA ISEI global energI EDisi 48 I NOVEMBER 201551

Pages Overview