Please activate JavaScript!
Please install Adobe Flash Player, click here for download

GE 48 web

global energI EDisi 48 I NOVEMBER 2015 47 salnya, mematikan lampu di siang hari, pada saat tidur malam, atau lampu yang tidak digunakan, serta mencabut stop kontak perabotan elektronik ketika tidak digunakan. “Saya, suami, dan anak-anak begitu lihat ruangan yang lampunya me- nyala di siang hari di mana pun berada, langsung spontan mematikan lampu ter- sebut,” ungkapnya. Di samping itu, artis kelahiran Cianjur Jawa Barat ini, ketika mem- beli perabotan elektronik, ia memilih perabotan elektronik yang memiliki voltage yang rendah. Dengan tujuan perabotan elektronik yang dia beli, tidak menghabiskan daya yang terla- lu besar ketika diaktifkan. “Sebelum membeli perabotan elektronik, terle- bih dahulu saya lihat spesifikasi perab- otan elektronik tersebut di body-nya, bila voltage-nya rendah langsung saya beli. Biasanya kalau perabotan elektro- nik yang memiliki voltage rendah itu di body-nya bertuliskan “Go Green”,” terang wanita kelahiran 9 November 1976 ini. Ibu dari empat orang anak ini meng- ungkapkan, masyarakat yang hidup di pulau Jawa patut bersyukur , karena masih mendapat penerangan lampu di malam hari dengan adanya aliran lis- trik. Sedangkan di luar Jawa, masih ada daerah yang belum mendapatkan pene- rangan lampu ketika malam hari, akibat masih belum mendapatkan aliran listrik. “Ada juga daerah-daerah yang sudah ter- aliri listrik, tapi tidak sampai 24 jam non stop,” tandasnya. Ekonomi Kreatif Selepas idak menjabat anggota DPR RI, Inggrid aktif dengan berbagai kegiatan yang berhubungan dengan masyarakat. Ia tetap menunjukkan kepedulian sosial. Di sela kesibukan- nya, ia terlihat mengunjungi perajin Batik Betawi. Ada alasan tersendiri me- ngapa Inggrid berkunjung, rupanya ia ingin batik-batik tersebut memiliki hak paten.”Batik itu tersebar di Indonesia. Di Jakarta itu ada pengrajinnya,” ucap- nya. Inggrid Kansil berniat memperjuang- kan motif batik Betawi untuk mendapat paten. Saat berkunjung, Inggrid tidak datang sendiri melainkan ditemani ang- gota badan ekonomi kreatif untuk me- lihat secara langsung proses pengrajin batik yang mempertahankan nilai seni di tengah industri batik cetak. “Ternyata mereka masih mempertahankan nilai, tradisi dan kampung Betawi. Mereka pengrajin asli Batik Betawi yang memi- liki motif dan kualitas bahan batik yang cukup baik,” katanya. Yang menjadi ganjalan baginya, saat ini belum ada hak paten akan kepemilik- an motif para pengrajin yang terbilang cukup kreatif tersebut. Apalagi untuk mengurus hak paten, memerlukan wak- tu dan biaya yang cukup memberatkan pengrajin. “Permasalahan sebenarnya bukan mereka tidak tahu. Satu motif batik di- kenakan biaya Rp 600.000 per motif, ini sangat memberatkan pembatik. Jika mereka punya 30 sampai 50 motif batik, berapa coba biaya yang harus dikeluar- kan perajin kecil Batik Betawi yang ma- sih merintis produksinya?” jelasnya. Maka dari kunjungannya itu, Inggrid berniat memperjuangkan motif Batik Betawi melalui Kementerian Koperasi dan UKM. Tujuannya supaya pengrajin mendapat pembinaan dan arahan untuk mendapatkan hak cipta.Bayu Basu Seno Saya, suami, dan anak- anak begitu lihat ruangan yang lampunya menyala di siang hari di mana pun berada, langsung spontan mematikan lampu tersebut INGGRID KANSIL Juru Bicara Ketua Departemen Ekonomi Kreatif Partai Demokrat global energI EDisi 48 I NOVEMBER 201547

Pages Overview