Please activate JavaScript!
Please install Adobe Flash Player, click here for download

GE 48 web

68 global energI EDisi 48 I NOVEMBER 2015 GAS merata di Indonesia. Wiratmaja Puja mencatat rincian kebutuhan investasi tersebut diantaranya adalah untuk mem- bangun jalur pipa penyalur gas 8,5 mi- liar dollar AS, pencairan dan regasifikasi gas 8 miliar dollar AS, infrastruktur elpiji 1 miliar dollar AS, pembangunan stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG) 400 juta dollar AS dan pembangunan city gas sebesar 2,5 miliar dollar AS. Menurut Wiratmaja, Indonesia memi- liki cadangan gas yang tersebar di bebera- pa wilayah namun belum dimanfaatkan akibat terbatasnya infrastruktur yang menghubungkan antara pusat produksi dengan pengguna gas tersebut. “Untuk meningkatkan minat investor berbagai cara sudah dilakukan pemerintah dan akan terus dilakukan seperti, penyeder- hanaan izin dan kemudahan-kemudah- an. Saat ini kami sedang menyelesaikan regulasi yang menarik bagi investor agar tertarik menanamkan investasinya di In- donesia,” ujar Wiratmaja. Ia menilai, pembangunan infrastruk- tur gas bumi mutlak diperlukan untuk mengantisipasi meningkatnya kebutuh- an gas bumi yang diperkirakan pada 2019 mendatang akan mencapai 9,348 MMSCFD atau naik 110 persen dari ke- butuhan saat ini. Dalam Master Plan Jaringan Pipa Transmisi dan Distribusi, pada 2018 mendatang kebutuhan Jaringan Trans- misi dan Distribusi Pipa Gas Bumi meli- puti: Sumatera pipa transmisi sepanjang 1.661,3 kilometer (km) dan pipa distri- busi sepanjang 843 km, Jawa 1.654 km transmisi, 1.224,15 km distribusi. Semen- tara di Kalimantan dibutuhkan 1.975 km transmisi, 302 km distribusi. Sulawesi 854 km transmisi, 100 km distribusi. Na- tuna Timur 1.414 km transmisi dan untuk Maluku serta Papua diperlukan jaringan pipa distribusi sepanjang 244 km. Tak Terserap Fakta lainnya yang muncul terkait be- lum terrserapnya pasokan gas kebutuh- an dalam negeri. Halini seperti dike- mukan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). Menurut SKK Migas masih banyak alokasi gas, terutama gas alam cair (liquefied natural gas/LNG), un- tuk pasar domestik yang tidak terserap. “Sejak 2014, Kementerian ESDM sudah alokasikan 64 kargo LNG untuk domes- tik, tapi hanya terserap 39 kargo saja, ada 25 kargo yang tidak terserap,” kata Wakil Kepala SKK Migas Zikrullah. Menurut dia, dari alokasi gas domes- tik yang tak terserap itu, maka sekitar 75 triliun kaki kubik (TCF) tidak diman- faatkan oleh domestik.”Ini sudah ada alokasi dari pemerintah, sudah siap, tapi tidak terserap. Padahal bagi kami, yang di hulu, tentu senang kalau gas bisa terserap,” katanya. Zikrullah mengatakan sejak tahun 1970an, menemukan cadangan gas saat mengebor minyak bisa dikatakan seperti kutukan. Bahkan, lanjut dia, pada awal tahun 2000an, perusahaan minyak asing pernah menawarkan gas ke perusahaan dalam negeri dengan harga hanya 2 do- llar AS dan jaminan suplai 15-20 tahun. “Ternyata tidak ada yang minat, ti- dak ada infrastruktur dan kita tidak pu- nya strategi tata kelola migas. Makanya banyak diekspor. Padahal, kami dukung gas harus di dalam negeri,” ujarnya. Wiratmaja mengatakan, produksi LNG Indonesia untuk tahun ini dan tahun mendatang masih akan cukup banyak.Ia mengakui, pemerintah sen- diri kebingungan menjualnya lantaran di dalam negeri saja belum terserap maksimal.”Ujung-ujungnya terpaksa kita jual ke pasar spot atau diekspor,” katanya. Pemerintah, lanjut Wiratma- ja, mendukung pemanfaatan gas alam bukan hanya sebagai komoditas yang bisa mendulang pendapatan negara, namun sebagai pendorong pertum- buhan ekonomi, terutama pengemba- ngan daerah. Selain infrastruktur gas persoalan yang muncul terkait harga gas sendiri. Para stakeholder gas bumi nasional, khususnya industri pengguna gas bumi merasa aneh dengan kebijakan harga gas. Sebab ketika harga minyak dunia anjlok, harga gas bumi ke industri justru naik. “Ini saya heran, mengapa harga mi- nyak turun, tapi harga gas justru naik. Kita yang industri pengguna gas heran. Apalagi Menteri ESDM bilang harga gas Hasil Kesimpulan Sarasehan Stakeholder Gas Bumi Nasional 2015 Formulasi harga gas ditetapkan secara terintegrasi dari hulu sampai konsumen akhir dengan mempertimbangkan: a. Keekonomian lapangan (hulu) dan midstream dan downstream; b. Dilakukan price pooling seba- gai agregasi harga gas hulu c. Keekonomian pengembangan fasilitas midstream tidak diperhitungkan per projevt, namun diagregasi dengan se- luruh infrastruktur ‘region’ d. Pengaturan margin dan IRR un- tuk Badan Usaha hulu dan hilir 2. Evaluasi penurunan iuran BPH Migas dan akan dilakukan kajian penurunan toll fee pipa transmisi gas bumi dengan mempertimbang- kan manfaat ekonomi makro. 3. Kejelasan penataan harga gas bumi di sektor hulu mid- stream dan sektor hilir 4. Dengan adanya Badan Penyang- ga, pemerintah dapat memberikan jaminan pasokan secara jangka panjang sehingga infrastruk- tur dapat terbangun dengan toll fee yang lebih efisien.

Pages Overview