Please activate JavaScript!
Please install Adobe Flash Player, click here for download

GE 48 web

global energI EDisi 48 I NOVEMBER 2015 59 dan Teknologi Bahan Maju, Batan ber- upaya mendorong berbagai pihak me- lakukan pengolahan dan pemanfaatan LTJ secara optimal menjadi komoditas penyumbang devisa, katanya. Dia men- jelaskan, LTJ saat ini telah menjadi komoditas penting dan isu strategis di seluruh dunia karena keterbatasan ket- ersediaannya, lebih lagi ketika peme- rintah Tiongkok mengambil kebijakan untuk mengurangi ekspor komoditas itu sejak 2011. LTJ dibutuhkan dalam pengemba- ngan berbagai aplikasi bahan, khususnya magnet di bidang elektronika, transpor- tasi, energi, kesehatan dan lainnya. Potensi pengembangan dan industri LTJ juga telah disadari oleh pemerintah dan telah dituangkan dalam buku II Ren- cana Pembangunan Jangka Menegah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Berdasarkan RPJMN tersebut, bebe- rapa kementerian/lembaga dan institusi yang meliputi Kementerian Perindus- trian, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Batan, BPPT, Per- guruan Tinggi dan lainnya ditugaskan untuk mengembangkan potensi LTJ dari awal penambangan, pemurnian dan Lit- bang aplikasi LTJ baik dalam bentuk pro- duk magnet permanen maupun untuk aplikasi energi lain. Saat ini konsorsium LTJ lintas lembaga telah dibentuk untuk menjadi wadah ko- munikasi para ‘stake holders’ (pemang- ku kepentingan) dalam pengelolaan dan pemanfaatan potensi tersebut,” katanya. Erni menjelaskan, LTJ juga menga- takan, LTJ dapat ditemukan di Babel, Kalimantan, Sulawesi dan Papua dengan perkiraan total potensi mencapai 1,5 miliar ton. Di Babel, jumlah deposit LTJ diperkirakan mencapai tujuh juta ton. LTJ di Babel merupakan logam yang ada di mineral ikutan pertambangan timah atau tailing. Mineral-mineral itu menjadi produk sampingan (slag) pengolahan bi- jih timah oleh tambang-tambang timah di kepulauan tersebut. Cadangan LTJ di Babel muncul dalam audit Badan Pemeriksa Keuangan ter- hadap PT Timah dan PT Koba Tin, dua perusahaan tambang yang beroperasi di Babel. Menurut data 2006, PT Timah memiliki 408.877 ton monazite (mengan- dung 50-78 persen oksida tanah jarang), 57.488 ton xenotime (mengandung 54-65 persen REO), dan 309.882 zircon (meng- andung ittrium dan cerium). Sementara PT Koba Tin hingga September 2007 me- miliki stok monazite sebesar 174.533 ton. Sayangnya, mineral tailing dari sisa tam- bang timah tersebut hanya disimpan di gudang, tidak diolah. Pemerintah belum mentapkan LTJ sebagai sasaran eksplorasi sehingga stok mineral mengandung LTJ itu dibiarkan teronggok begitu saja. Pengelolaan LTJ di Indonesia Di Indonesia, pengelolaan LTJ me- mang masih sedikit. Industri pengolahan LTJ di Indonesia terhambat banyak ken- dala. Salah satunya adalah sumber lo- gam tanah jarang berada bersama logam utama hasil tambang, sedangkan sumber sekunder terbawa sisa proses (tailing, fil- trat) sehingga lebih sulit diekstraksi. Pe- nguasaan teknologi LTJ di Indonesia be- lum mencapai skala komersial. Sampai saat ini penelitian tentang LTJ belum optimal. Di Indonesia belum ada penelitian khusus yang menggali potensi dan pemanfaaatan LTJ. Penelitian masih dilakukan secara parsial. Setiap instansi jalan sendiri-sendiri. Padahal dalam pe- nelitian LTJ ini diperlukan sinergi. Pemerintah nampaknya belum me- lihat potensi LTJ ini. Kegiatan eksplo- rasi lanjutan untuk mengetahui berapa sesungguhnya cadangan logam tersebut yang Indonesia miliki belum pernah di- lakukan. Survei keekonomian penam- bangan LTJ ini juga belum pernah di- lakukan. Apalagi membahas teknologi pemurnian LTJ itu pada skala industri. Untuk mengembangkan LTJ diperlu- kan kemitraan dan sinergi antara pene- liti, pemegang kebijakan maupun para pemangku kepentingan lainnya. Untuk itu perlu disiapkan semacam road map penelitian dan pengolahan LTJ sehingga mampu mendorong pengembangan hil- irisasi industri nasional yang memiliki nilai tambah tinggi. Kita sudah memulai dengan perbaik- an undang-undang sektor minerba, UU No.4/2009, yang menargetkan pening- katan nilai tambah atas SDA mineral dan batubara melalui kewajiban pengolahan dan pemurnian dalam negeri. Imple- mentasinya seharusnya sejak 2014 ini, meskipun tampaknya pasti terlambat karena berbagai kepentingan, termasuk tekanan dari Freeport dan Newmont. Namun keterlambatan ini mestinya ti- dak mengurangi komitmen kita sebagai bangsa untuk memperoleh nilai tambah optimal dari SDA mineral yang kita mi- liki, termasuk nilai tambah dari LTJ. Kita berharap pemimpin pemerin- tahan di Indonesia memiliki visi jauh ke depan, sebagaimana halnya pemimpin China. Di masa depan, Indonesia harus menjadi negara maju dengan industri yang kuat serta memegang peranan pen- ting dalam penambangan, pengolahan, pemurnian dan penguasaan LTJ, logam yang bernilai sangat strategis pada abad ke-21. Mari kita galang kekuatan bangsa untuk mewujudkan visi dan program ini. Djauhari Effendi, ktn global energI EDisi 48 I NOVEMBER 201559

Pages Overview