Please activate JavaScript!
Please install Adobe Flash Player, click here for download

GE 48 web

72 global energI EDisi 47 I OKTOBER 2015 S aya mah menjadi sopir bajaj sudah lama, sejak bajaj merah,” kata Kaswari, Minggu (17/10/2015). Apa boleh buat penghasilan Kaswari memang tidak pasti. Bisa mengirim sejumlah uang ke kamping buat anak istrinya sudah menjadi berkah. Lihat saja sekarang bisnis angkutan kecil semakin berat. Harapan memperoleh rejeki lebih seakan menjadi mimpi. Coba tengok angkutan kecil ribuan jumlahnya, mulai ojek sepeda, ojek motor, gojek, grabjek, mikrolet, angkot, taxi, uber taxi dan lainnya. Sejak berganti dari bajaj merah ke bajaj biru, bapak empat anak makin giat ‘menarik’ moda transportasi gurem itu. Sebab penghasilannya meningkat. Bajaj merah memakai bensin premium, sedang yang biru dengan gas. “Kalau yang merah walau setorannya lebih murah tapi sering tidak dapat,” katanya, sambil merokok memperhatikan jalan mengangkut penumpang. Kaswari mengenang bila ramai penumpang, tengah hari BBM (bensin) bajaj merahnya yang tadinya penuh mulai menipis. Siang itu pula ia harus mengisi penuh lagi untuk ‘narik’ pada sore atau malam harinya. Dengan harga sekarang Rp 7.300 per liter berarti pengeluaran siang hari untuk bensin sedikitnya Rp 35.000. Malamnya pun demikian. Untuk ongkos bensin habis Rp 60 ribu sampai 70 ribu per hari. “ Bajaj merah memang lebih boros,” ujar bapak empat anak ini. Sering kali, tuturnya, uang setoran bajaj merah tidak cukup. Ia pun harus nombok. Kepada pemilik bajaj merah waktu itu ia harus membayar Rp 60 ribu per hari. Untungnya Kaswari tidak menyewa kontrakan untuk menginap. Pemilik bajaj merah yang dipakainya menyediakan kamar untuk tidur dan melepas penat. Walaupun tidur harus berimpit di bedeng tingkat yang sempit ia cukup senang. Paling tidak Kaswari bisa mengirim uang simpanan harian ke kampung tiap bulan. Bajaj merah dulu, yang pernah dipakai Kaswari, kebanyakan memang sudah usang kondisinya. Tak heran kalau pemakaian bensin boros. Suara knalpot yang bising dan cerobongnya mengeluarkan asap hitam pekat. Kalau jumlahnya hanya satu atau dua, keberadaan moda transportasi kecil ini mungkin tak masalah. Waktu itu bajaj merah jumlahnya ribuan di ibukota. Mungkin karena alasan polusi suara dan udara oleh Pemda DKI bajaj BajajBirU GAS MampuBertahandiTengah MaraknyaGojek-Grabjek Di antara deretan bajaj biru pinggir jalan depan di Plaza Senen Jakarta, Kaswari (67) melamun sambil menunggu penumpang. Jauh – jauh dari Indramayu dia berusaha tetap bertahan. Menggeluti pekerjaan sebagai sopir bajaj ibukota. Petugas PGN, melakukan pengisian gas melalui Mobile Refueling Unit (MRU) pada kendaraan Bajaj.

Pages Overview