Please activate JavaScript!
Please install Adobe Flash Player, click here for download

GE 48 web

global energI EDisi 47 I OKTOBER 2015 79 A turan yang dimaksud adalah Surat Keputusan SKK Migas tentang pedoman pelaksanaan pengadaan barang atau jasa (PTK-007). Alasannya, kegiatan usaha migas nonkonvensional masih sedikit dan industri penunjang belum banyak tersedia. Chief Operating Officer NuEnergy Gas Ltd. Unggul Setyatmoko mengatakan, saat ini pihaknya masih menggunakan peralat- an barang dan jasa migas konvensional untuk usaha gas metana batubara (CBM). Padahal, kegiatan usaha CBM berbeda dengan migas konvensional. Pengguna- an peralatan yang tidak tepat guna malah akan membuat biayanya menjadi mahal. “Ini sulit karena nature dari CBM masih bayi. PTK-007 untuk migas konvensional yang sudah beroperasi di Indonesia selama puluhan tahun belum tepat untuk diterap- kan pada industri CBM,” ujarnya. Menurut dia, seharusnya pemerintah memandang industri CBM sebagai in- dustri pioner dalam penyediaan energi baru. Bukan malah disamakan dengan migas konvensional. Pemerintah bisa membuat regulasi baru, khusus untuk migas nonkonvensional. Saat ini barang dan jasa khusus CBM masih minim di Indonesia, ditambah lagi adanya regulasi yang membuat industri penunjangnya sulit berkembang. Peng- usaha CBM terpaksa harus mengguna- kan peralatan migas konvensional. Seharusnya pemerintah memberikan fleksibitas bagi industri migas non-kon- vensional menggunakan barang dan jasa. Ini bisa mendorong ketersediaan industri penunjang migas nonkonven- sional. “Dengan fleksibilitas ini yang disertai dengan perbaikan regulasi, saya yakin pemboran sumur CBM akan lebih mudah dan ekonomis,” ujarnya. Kemudahan sangat dibutuhkan indus- tri migas non konvensional yang masih dalam tahap awal pengembangannya di Indonesia. Saat ini industri CBM di Indo- nesia baru ada sekitar 100 sumur yang sudah dibor. Pengalaman negara lain seperti Amerika dan Australia harus me- lakukan pemboran pada ribuan sumur agar bisa komersial. Secara teknis, kata Unggul, usaha CBM di Indonesia sangat menjanjikan. Potensi cadangannya sangat besar, hingga mencapai 453 triliun kaki kubik (TCF). Namun, perizinan dan regulasi yang diterapkan pemerintah, menyulit- kan kontraktor mengkomersikan usaha- nya. Bahkan, menurut dia, sudah ada be- berapa investor yang menarik investasi CBM dari Indonesia seperti ExxonMobil, Total, Santos dan CBM Asia. Sekadar informasi, NuEnergy Gas Ltd. merupakan perusahaan migas asal Austra- lia. NuEnergy telah memiliki tiga kontrak kerja sama migas (PSC) yakni Muara Enim, Muara Enim II, dan Rengat, di Sumatera Selatan dan Sumatera bagian tengah. Pada 20 Mei lalu perusahaan ini menandatangani kesepakatan dengan Dart International Ltd. untuk membeli 100 persen saham Dart Energy (Indo- nesia) Holdings Pte Ltd. Akuisisi senilai 1 juta dollar AS masih menunggu terse- lesaikannya beberapa kondisi termasuk persetujuan pemerintah. Dengan akuisisi NuEnergy akan memi- liki seluruh aset Dart Energy di Indonesia yang terdiri atas tiga kontrak kerjasama blok migas (PSC) dan hak terhadap evalu- asi bersama (joint evaluation/JE) atas satu blok CBM. Ini mencakup 45 persen saham di PSC CBM Tanjung Enim dan 50 persen saham di PSC CBM Muralim di Sumatera Selatan, serta 100 persen saham di PSC CBM Bontang-Bengalon di Kalimantan Timur. NuEnergy juga memiliki hak JE di CBM Bungamas, Sumatera Selatan.  Bejo Djauhari,kdt ENERGI TERBARUKAN Selain keberatan dengan rencana membatasi perpanjangan kontrak migas non-konvensional, pelaku usaha sektor ini juga mengeluhkan aturan pengadaan barang dan jasa yang disamakan dengan migas konvensional. KeluhkanJugaAturan PengadaanBarang global energI EDisi 47 I OKTOBER 201579

Pages Overview