Please activate JavaScript!
Please install Adobe Flash Player, click here for download

Pialang Indonesia Edisi 22 Juni 2014-s

53 WORLD ASIA tara,” bunyi laporan ICP. Yang menarik kemudian adalah Pemerintah Tiongkok ternyata tidak be- gitu senang dengan perubahan angka- angka dari Bank Dunia tersebut. Biro Statistik Nasional Tiongkok menolak hasil temuan Bank Dunia, walaupun berpartisipasi dalam kajiannya. Biro Statistik menyatakan keraguan terhadap metodologi kajian ICP dan tidak setuju publikasi terhadap hasil ICP mengenai Tiongkok. ICP melaporkan beberapa temuan baru dengan menggunakan metodologi PPP, salah satunya adalah nilai PDB du- nia sebesar US$90.647 miliar atau jauh lebih besar dibanding US$70.294 miliar dengan perhitungan metodologi nilai tu- kar mata uang terhadap harga barang dan jasa. Selain itu, enam negara berpendapat an menengah (middle income) – Tiong- kok, India, Rusia, Brazil, Indonesia dan Meksiko – menyumbang 32,2% terha- dap PDB global. Sementara itu, enam negara berpendapatan tertinggi (Ameri- ka Serikat, Jepang, Jerman, Prancis, Ing- gris Raya dan Italia), menyumbang 32,9% terhadap PDB global. Ekonomi Tiongkok Ekonomi Tiongkok tumbuh sebesar 7,4% pada kuartal I 2014 secara year-on- year, atau lebih baik dibanding perkiraan ekonom. Namun pertumbuhan pada kuartal I mengalami penurunan diban ding 7,7% pada kuartal IV 2013. Data lain menunjukkan output industri naik sebe- sar 8.8% pada Maret (yoy) dan penjualan ritel juga tumbuh sebesar 12,2%. Artinya, upaya Tiongkok mendorong pertumbuh an ekonomi dengan ditopang oleh kon- sumsi domestik mulai menunjukkan hasil. Data pertumbuhan ekonomi Tiongkok menjadi sorotan di kawasan Asia. Per- lambatan ekonomi dapat menyebabkan dampak negatif terhadap negara-negara di kawasan, terutama negara pengeks por komoditas dan komponen industri ke Tiongkok. Sudah enam bulan berjalan sejak per- tama kalinya Tiongkok mengimplemen- tasikan reformasi ekonomi. Pemerintah Tiongkok memilih melakukan peruba- han struktural bidang perekonomian secara bertahap dan hati-hati. Ekonom menyatakan perubahan fundamental sa ngat dibutuhkan Tiongkok dalam proses transformasi dari pemerintahan terpusat menjadi ekonomi pasar. Banyak kalangan yang menyambut baik sejumlah kemajuan dan konsis- tensi kebijakan reformasi Presiden Xi Jinping dan Perdana Menteri Li Keqiang yang mendukung peran pasar lebih be- sar dalam segala sendi perekonomian Tiongkok. “Kami melihat kemajuan di beberapa bidang penting selama em- pat hingga lima bulan belakangan,” kata Louis Kuijs, Ekonom dari Royal Bank of Scotland di Hong Kong. Liberalisasi pasar keuangan adalah salah satu prestasi pemerintahan baru Tiongkok. Pada Juli tahun lalu, otoritas keuangan Tiongkok memberlakukan suku bunga pasar dan memperlebar band intervensi pada Maret. Hal ini se- makin memudahkan pergerakan aliran modal baik masuk dan keluar Tiongkok. Sekitar dua bulan belakangan, regula- tor juga telah mempermudah akses bagi investasi asing ke bursa saham Tiong- kok dan juga mempermudah proses per- izinan akuisisi atau merger perusahaan asing terhadap perusahaan lokal. Namun, banyak pihak yang mem- perkirakan pemerintah Tiongkok dalam waktu dekat ini masih belum bersedia memberlakukan rezim ni- lai tukar yuan mengambang (free- floating) dan membuka neraca modal Tiongkok. Pemerintah masih berhati- hati dan terkesan tidak terburu-buru dalam mengambil kebijakan reforma- si secara dramatis. Sebagai upaya membuka akses pasar keuangannya, Tiongkok mengumum- kan kerja sama dengan Hong Kong un- tuk memfasilitasi investasi saham lintas negara. Kerja sama ini diperkirakan mu- lai diaplikasikan enam bulan ke depan. Tiongkok juga memperkenalkan zona perdagangan bebas (free-trade zone) di Shanghai pada Januari lalu. Restrukturisasi ekonomi Tiongkok memang memunculkan sejumlah tan- tangan, seperti perlambatan pertum- buhan, meningkatnya non-performing loan (NPL) dan volatilitas yang tinggi di sektor perumahan. Kondisi ini mi- rip dengan perekonomian pada peri- ode 1990-an. Namun, sekarang eko- nomi Tiongkok lebih siap dan memiliki fleksibilitas instrumen kebijakan yang lebih baik. Sejak krisis keuangan Asia pada akhir 1990-an, Tiongkok menambah jumlah cadangan devisa valuta asingnya. Kini, Tiongkok memiliki nyaris US$ 4 triliun cadangan devisa valuta asing dan men- jadi buffer yang cukup kuat menahan gejolak dari luar maupun menopang nilai tukar yuan.

Pages Overview